Sesuai berita di webnews dan diposting ulang di beberapa blog, seharusnya malam minggu ini adalah saatnya melihat gerhana bulan terakhir yang terjadi di tahun 2011 ini. Astronom Ma'rufin Sudibyo dalam posting di jejaring sosialnya, Minggu (4/12/2011), mengatakan, "Gerhana mulai terjadi pada pukul 18.35 WIB ditandai dengan mulai bersentuhannya cakram Bulan terhadap penumbra."
Gerhana kali ini bisa dilihat oleh masyarakat di seluruh Indonesia. Indonesia juga beruntung karena berpeluang menyaksikan seluruh tahap gerhana. Amerika Selatan, Afrika barat, dan seluruh wilayah Atlantik tak bisa menikmati gerhana ini.
Tetapi apa daya, cuaca di Tangerang tidak mendukung. Hujan turun lumayan deras sejak lepas maghrib tadi. Yah, berpuas-puaslah membaca dan menonton liputan gerhana via media online saja.
Secara ilmiah, gerhana bulan dijelaskan terjadi saat sebagian atau keseluruhan penampang bulan tertutup oleh bayangan bumi. Itu terjadi bila bumi berada di antara matahari dan bulan pada satu garis lurus yang sama, sehingga sinar matahari tidak dapat mencapai bulan karena terhalangi oleh bumi. Gerhana bulan muncul bila bulan sedang beroposisi dengan matahari. Tetapi karena kemiringan bidang orbit bulan terhadap bidang ekliptika, maka tidak setiap oposisi bulan dengan matahari akan mengakibatkan terjadinya gerhana bulan
Jaman doeloe, saat ilmu pengetahuan dan tehnologi belum mengalami kemajuan seperti sekarang ini, banyak legenda yang menceritakan proses terjadinya gerhana bulan.
Legenda dalam masyarakat Jawa tentang gerhana adalah fenomena saat Buto atau raksasa menelan bulan. sehingga semua orang dianjurkan untuk menabuh kentongan dan bunyi-bunyian agar raksasa takut dan pergi meninggalkan bulan.
Legenda China menceritakan ada seekor naga langit membanjiri sungai dengan darah lalu menelannya. Itu sebabnya orang Cina menyebut gerhana “chih” artinya memakan. Sampai abad ke 19 mereka biasanya membunyikan petasan untuk menakut-nakuti sang naga.
Legenda masyarakat Bali menceritakan terjadi Gerhana Bulan, maka orang-orang sibuk membuyikan kentongan atau benda apa saja yang bisa di pukul. Tujuannya adalah untuk mengusir Kala Rahu yang menelan Bulan. Mitos ini tertuang dalam sebuah Purana.
Kisah ini terjadi ketika para raksasa dan para Dewa bekerja sama mengaduk lautan susu untuk mencari “Tirtha Amertha” atau Tirtha Kamandalu. Konon siapa saja yang meminum tirtha itu maka dia akan abadi (tidak bisa mati). Maka setelah tirtha itu didapatkan kemudian dibagi rata.
Tugas membagi tirtha adalah Dewa Wisnu yang menyamar menjadi gadis cantik, lemah gemulai. Dalam kesepakatan diatur bahwa para Dewa duduk dibarisan depan sedangkan para Raksasa dibarisan belakang.
Syahdan ada Raksasa bernama “Kala Rahu” yang menyusup dibarisan para Dewa, dengan cara merubah wujudnya menjadi Dewa. Namun penyamarannya ini segera diketahui oleh Dewa Candra atau Dewa Bulan.
Maka ketika tiba giliran Raksasa Kala Rahu mendapatkan “Tirtha Keabadian”, disitulah Dewa Candra berteriak. “Dia itu bukan Dewa, dia adalah Raksasa Kala Rahu”. Namun sayang tirtha itu sudah terlanjur diminum. Maka tak ayal lagi Cakra Dewa Wisnu menebas leher Sang Kala Rahu.
Maka demikianlah, karena lehernya sudah tersentuh oleh Tirtha Keabadian, sehingga tidak bersentuh oleh kematian. Wajahnya tetap hidup dan melayang-layang diangkasa. Sedangkan tubuhnya mati, karena belum sempat tersentuh oleh tirtha kamandalu. Sejak saat itu dendamnya terhadap Dewa Bulan tak pernah putus-putus, dia selalu mengincar dan menelan Dewa Bulan pada waktu Purnama. Tapi karena tubuhnya tidak ada maka sang rembulan muncul kembali kepermukaan. Begitulah setiap Sang Kala Rahu menelan Dewa Bulan terjadilah Gerhana.
Mengutip dari REPUBLIKA.CO.ID, Ketua Majelis Ulama Indonesia MUI, Ma’ruf Amin, mengatakan, Islam menganjurkan pelaksanaan sholat gerhana bulan husuf. Di sela-sela sholat tersebut, dianjurkan menggelar khutbah singkat.
Dalam ceramah itu, katanya, Kamis (8/12), ditekankan pentingnya meluruskan akidah kepada Allah. Peristiwa langka tersebut hendaknya dijadikan sebagai peneguh iman. Bahwasanya Allah berkuasa atas alam semesta. “Jika Allah mampu mendekatkan bumi dan matahari, maka sangat mungkin menjadikanya saling bertabrakan,” katannya.
Ia menegaskan GBT tak berkaitan dengan kejadian apa pun. Termasuk mengaitkannya dengan kematian seseorang. Penegasannya bahkan langsung bersumber dari Rasulullah saat menampik anggapan sebagian orang kala itu. Mereka mengaitkan peristiwa gerhana dengan kematian putra Rasulullah, Ibrahim.
Menurutnya, momen GBT tepat untuk mengajak umat kembali mengingat kebesaran Allah. Terlebih kondisi bangsa saat ini tengah dilanda berbagai krisis. Mulai dari bencana, korupsi, hingga ketegangan yang terjadi antarumat beragama belakangan ini.
Jadi ya … terlepas dari pro dan kotranya, saya pribadi menganggap bahwa gerhana bulan adalah kejadian biasa karena kekuasaan Allah SWT. Enggak perlu ditafsirkan macam-macamlah …
Benar begitu?
Tangerang, 10 desember 2011
Saturday, December 10, 2011
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment